Jenis-Jenis Wacana Bahasa Indonesia
Berdasarkan bentuk atau jenisnya,
wacana dibedakan menjadi empat. Wacana narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentatif, dan persuasi. Berikut penjelasanya:
Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang
Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang
menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan
pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang
sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.
Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi
Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau
menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan
informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan
eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah,
makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis
karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan
pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka
karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka
karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan
urutan klimaks dan antiklimaks.
Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat,
sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan,
bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.Tujuan karangan
argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat
pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau
topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan
berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka
karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka
karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola
pemecahan masalah.
A. Pengertian Wacana
Wacana berasal dari bahasa
Inggris discourse, yang artinya antara lain ”Kemampuan untuk maju
menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya.” Pengertian lain, yaitu
”Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.”
Jadi, wacana dapat diartikan adalah sebuah tulisan yang teratur menurut
urut-urutan yang semestinya atau logis.
Dalam wacan,a setiap unsurnya harus
memiliki kesatuan dan kepaduan. Setiap wacana memiliki tema sebab tema
merupakan hal yang diceritakan atau diuraikan sepanjang isi wacana. Tema
menjadi acuan atau ruang lingkup agar isi wacana teratur, terarah dan tidak
menyimpang ke mana-mana. Sebelum menulis wacana, seseorang harus terlebih
dahulu menentukan tema, setelah itu baru tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan
bentuk atau model isi wacana. Tema wacana akan diungkapkan dalam corak atau
jenis tulisan seperti apa itu bergantung pada tujuan dan keinginan si penulis.
Setelah menetapkan tujuan, penulis akan membuat kerangka karangan yang terdiri
atas topik-topik yang merupakan penjabaran dari tema. Topik-topik itu disusun
secara sistematis. Hal itu dibuat sebagai pedoman agar karangan dapat terarah
dengan memperlihatkan pembagian unsur-unsur karangan yang berkaitan dengan
tema. Dengan itu, penulis dapat mengadakan berbagai perubahan susunan menuju ke
pola yang sempurna. Membuat kerangka karangan sangat dianjurkan sebelum
penulisan, terutama bagi pengarang pemula. Kerangka karangan bermanfaat sebagai
berikut:
1. Pedoman agar penulisan dapat
teratur dan terarah.
2. Penggambaran pola susunan dan
kaitan antara ide-ide pokok/topik.
3. Membantu pengarang melihat adanya
pokok bahasan yang menyimpang dari topik dan adanya ide pokok yang sama.
4. Menjadi gambaran secara umum
struktur ide karangan sehingga membantu pengumpulan bahan-bahan pustaka yang
diperlukan.
Agar penyusunan kerangka karangan
dapat efektif menjadi acuan pembuatan karangan, langkah yang mesti ditempuh
oleh pengarang untuk menyusun kerangka karangan adalah seperti berikut.
(1) Menentukan tema/topik karangan
(2) Menjabarkan tema ke dalam
topik-topik/subtema
(3) Mengembangkan topik-topik
menjadi subtopik
(4) Menginvestaris sub-sub topik
(5) Menyeleksi topik dan
sub-subtopik yang cocok
(6) Menentukan pola pengembangan
karangan
Kerangka karangan dapat ditulis
dalam dua bentuk, berikut.
1. Kerangka kalimat, ialah kerangka
karangan yang disusun dalam bentuk
kalimat-kalimat lengkap yang
menjabarkan ide-ide pokok karangan.
2. Kerangka topik, ialah kerangka
karangan yang dituangkan dalam bentuk frasa dan klausa sehingga tampak lebih
praktis.
Penyusunan kerangka karangan dapat
berbentuk kalimat dan frasa atau klausa sekaligus, meskipun yang lebih banyak
digunakan adalah kerangka topik. Berikut contoh kedua bentuk penyusunan
kerangka karangan tersebut.
Contoh kerangka kalimat:
Membuka usaha warnet di tengah
perkembangan teknologi informasi.
1. Masuknya ajaran komputer di
sekolah-sekolah menambah pengetahuan tentang teknologi informasi.
2. Perkembangan sarana komputer
menjadi sarana jaringan informasi melalui internet.
3. Penggunaan internet menjadi
kebutuhan remaja dan anak sekolah.
4. Memanfaatkan minat remaja dan
anak sekolah dengan membuka warnet.
Contoh kerangka topik
Antisipasi lonjakan arus mudik
lebaran :
1. Jumlah Pemudik Lebaran
a. perkiraan lonjakan jumlah pemudik
b. sarana angkutan yang dipersiapkan
c. sarana angkutan yang diandalkan
2. Pengaturan jalur Jakarta-Surabaya
a. jalur utara
b. jalur selatan
c. kemacetan lalu lintas dan usaha
pencegahannya
3. Petunjuk pemanfaatan jalur
a. dari DLLAJR
b. dari instansi terkait
B. Jenis-Jenis Wacana
Berdasarkan bentuk atau jenisnya,
wacana dibedakan menjadi wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan
persuasi.
1. Narasi
Narasi adalah cerita yang
didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berisi
fakta, misalnya biografi (riwayat seseorang), otobiografi/riwayat hidup
seseorang yang ditulisnya sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini
disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga
berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya
terdapat pada cerita novel atau
cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif. Unsur-unsur
penting dalam sebuah narasi adalah:
(1) kejadian,
(2) tokoh,
(3) konflik,
(4) alur/plot.
(5) latar yang terdiri atas latar
waktu, tempat, dan suasana.
Narasi diuraikan dalam bentuk
penceritaan yang ditandai oleh adanya uraian secara kronologis (urutan waktu).
Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu,
selanjutnya, keesokan harinya,atau setahun kemudian kerap
dipergunakan.
Tahapan menulis narasi, yaitu
sebagai berikut.
(1) menentukan tema cerita
(2) menentukan tujuan
(3) mendaftarkan topik atau gagasan
pokok
(4) menyusun gagasan pokok menjadi
kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
(5) mengembangkan kerangka menjadi
karangan. Kerangka karangan yang bersifat naratif dapat dikembangkan dengan
pola urutan waktu. Penyajian berdasarkan urutan waktu adalah urutan yang
didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau kejadian. Pola urutan waktu ini
sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah,
dan sebagainya.
Contoh:
Kunjungan ke Museum Fatahillah
1. persiapan keberangkatan
2. perjalanan menuju stasiun Kota
3. tiba di tempat tujuan
4. mengamati peninggalan zaman
penjajahan Belanda
5. berkumpul kembali di depan
”Meriam Jagur”
6. persiapan pulang
Contoh narasi ekspositoris:
Minta Tolong Malah Dikira Hantu
Pocong
Kejadian yang menggelikan sekaligus
menegangkan ini terjadi pada pertengahan bulan Juli 1993, ketika saya baru
masuk bekerja di sebuah klinik yang terletak di daerah Lemabang, dekat dengan
PT Pupuk Sriwijaya (Pusri). Rumah saya berada di daerah Bukit Besar sehingga
membutuhkan waktu lebih kurang 45 menit untuk pergi dari rumah ataupun pulang
dari
dinas. Saat itu, rumah saya belum
dilewati oleh bus kota jurusan Bukit Besar, karena rute bus kota pada waktu itu
hanya sampai di dekat wilayah Kembang Manis. Jadi, terpaksa saya turun di
simpang empat lampu merah Jl. Kapten Arivai, cukup jauh dari rumah untuk
berjalan pulang. Malam itu, jalanan sangat sepi dan gelap karena wilayah yang
saya lewati adalah TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan wilayahnya juga masih banyak
hutan serta lampu jalan belum dipasang. Akibatnya, saya sangat takut berjalan
pulang ke rumah sendirian. Apalagi kawasan yang saya lewati merupakan daerah
rawan dan angker. Orang-orang yang lewat sering diganggu kuntilanak, pocong,
serta suara wanita menangis. Tetapi, kekhawatiran saya agaknya terobati karena
dari kejauhan saya melihat tiga orang lelaki yang tampaknya juga baru pulang dari
kerja dan jalannya searah denganku. Tanpa pikir panjang langsung saja saya
berlari mendekati dan memanggil mereka, ”Mas ..., Mas ... tunggu, Mas!” Tapi
bukannya mendekat, mereka malah berlari dan berteriak ketakutan, ”Tolooong ...
ada pocong ..., ada pocong ...!” Karena saya orang yang agak telmi (telat
mikir), setelah mendengar itu saya sendiri malah tambah ketakutan. Sebab, saya
juga sangat takut dengan yang namanya setan atau semacamnya.
Tetapi, makin saya mendekat, tiga
lelaki itu tambah kencang sehingga tidak terkejar lagi oleh saya. Bahkan satu
orang dari mereka nekat memanjat pagar rumah orang lain untuk menyelamatkan
diri. Setelah melihat baju dinas berwarna putih yang saya kenakan, saya baru
sadar ternyata yang mereka kira pocong adalah saya. Dalam hati saya berkata,
”Sialan, kirain ada pocong beneran. Ternyata yang disangka pocong itu aku.
Jangankan mendapat kawan, mendekat saja orang takut kepada saya.” Setelah saya
sampai di rumah dan menceritakan semuanya kepada
anggota keluarga, spontan mereka
tertawa terbahak-bahak. Bahkan seorang keponakan saya memanggil saya dengan
sebutan ’Tante Pocong’. Sejak kejadian itu, tiap kebagian jadwal dinas siang
lagi, saat pulang malam saya tidak pernah memakai baju putih lagi.
Contoh narasi imajinatif :
NAMAKU EDELWEISS
Namaku Edelwiss alias Anaphalis
javanica. Biasanya aku tumbuh di dataran tinggi atau puncak-puncak gunung.
Oleh kalangan Botani, aku sering disebut tanaman sejenis perdu, dan termasuk
anggota family Compositae atau disebut juga Asteraceae (sambung-sambungan).
Bungaku kecil sebesar bunga rumput. Orang lebih mengenalku dengan warna putih
daripada warna lainnya. Hidupku bergerombolan di ujung dahan dengan harum yang
khas. Tinggi batangku dapat mencapai lima meter dengan daun-daun runcing dan
lurus. Bungaku istimewa, tak pernah layu, mekarku abadi sehingga dijuluki
”bunga abadi”. Sungguh julukan inilah yang menjadi ’beban’ bagiku karena banyak
orang menyalahgunakan ’arti’ keabadianku selama ini! Keabadianku mereka samakan
dengan ’cinta abadi’, cinta sepasang manusia yang tidak memiliki ikatan resmi.
Ah ... apalah arti protesku? Toh, siapa yang perduli dengan rintihanku.
Aku berada di kamar Rieska. Tersusun
rapi di atas lemari belajarnya.Di sampingku ada
Tempatnya sengaja disimpan Rieska.
Yap! Untuk mengenang siapa yang memberikannya! Aku memang lebih beruntung dari
bunga mawar yang menjadi pendatang baru di kamar ini. Wajahnya pucat karena air
di dalam vasnya tak pernah diganti Rieska. Sama halnya dengan nasib suplir yang
telah mengering menjadi pembatas buku, lengkap dengan spora yang masih menempel
di tubuhnya, dan anggrek yang merana karena sebagian kelopak bunganya telah
mengering. Ya ... di antara bunga-bunga milik Rieska, ternyata aku memang
diperlakukan ’istimewa’ oleh majikanku, Rieska! Aku ditaruh di dalam kotak
berwarna biru muda, berlapiskan plastik transparan. Aku sangat senang dengan
perlakuan baik Rieska. Tapi, aku sangat resah dengan label hitam yang
bertulisakan ”Cinta Abadi” yang melekat manis di atas plastik
kotak ini. ”Kamu beruntung,
ya, Weis tempatmu terempuk!” komentar mawar
suatu hari saat Rieska berngkat
kuliah ”Iya ... Weis, kamu tidak perlu ganti-ganti air seperti aku!” ujar
anggrek. ”Ah, kalian bisa saja,” ujarku pelan. ”Tapi, benarkan memang
kamu anak emas! Apa karena kamu pemberian Ari pacar Rieska anak gunung itu?!
Kali ini suara supir dari
balik buku angkat bicara. Ya, benar
aku memang anak emas Reiska. Ia mangambilku ketika dia
mendaki gunung gunung Ceremai, Jawa
barat. Aku diberikan kepada Reiska tepat pada ulang tahun ke-22, enam bulan
lalu.” ”Ah ... itu kan pikiran kalian saja kalau aku bahagia
ada di sini,
sebenarnya aku nggak terlalu bahagia
kok tinggal di sini!” ujarku. ”Kok bisa? Mengapa?” tanya mawar keheranan.
”Aku ingin sekali Reiska menyadari
keberadaan kita. Reiska seharusnya berpikir ada apa di balik kekuasaan Allah
yang telah menciptakan kita. Mereka seharusnya menjaga kita dengan baik.
Bukankah Allah menciptakan mereka untuk menjadi Khalifah di muka bumi ini?
Manusia seharusnya menyayangi dan merawat kita. Mereka seharusnya berpikir
andai tidak ada mawar, anggrek, suplir, atau bunga lainnya, bagaimana? Dunia
pasti suram tanpa penyejuk mata. Beda kalau ada kita, mereka akan merasa senang
dan tenteram bila memandang si mawar yang sedang mekar, suplir yang segar atau
anggrek yang .....dan seharusnya manusia yang melihat ’keabadianku’ sebagai
contoh bagaimana mengabadikan hatinya sebagai rasa syukur ke
hadirat Illahi,” suaraku pelan,
mataku mulai berkaca-kaca menahan air mata yang hampir tertumpah. ”Kamu benar,
Weis. seharusnya manusia belajar dari fenomena alam seperti kita. Lihat
bungaku, berwarna merah menawan, wangi yang merebak. Allah sengaja menciptakan
duri-duri kecil di batangku untuk menjaga kehormatanku dari serangan makhluk
yang jahil agar tidak mudah dipetik begitu saja. Dan kamu juga hidup di tepi
jurang sehingga diperlukan perjuangan bagi yang ingin memetikmu. Seharusnya
manusia menyadari hal itu, mencontohkan kita! Indah tapi tak mudah diraih. ”Ah
sudahlah .....sekarang memang zaman edan, yang pria berjas rapi menutup seluruh
aurat, eh ..... wanitanya berpakaian seksi minim bahan. Apa itu namanya dunia
nggak terbalik ?” sahut suplir yang dulunya tinggal di teras depan rumah Bayu
pacar Reiska yang ketiga.
”Arif ... ada yang ingin kukatakan,”
terdengar suara Reiska di ruang tamu. Malam itu hanya mereka berdua yang ada di
rumah, mama dan papa serta kedua kakaknya, Rina dan Shanti pergi ke pesta
pernikahan relasi papanya. ”Ada apa?” tanya Arif, mereka berdua duduk di kursi
sofa empuk. ”Aku .....aku .....Telat .....aku ....ha .....mil, Ari!” ”Hah? Kamu
hamil?” tanya Arif kaget, ini di luar dugaannya. ”I .....ya, kita harus segera
menikah, Arif aku takut papa dan mama
akan marah!” ujar Reiska gusar.
”Tidak! Aku tidak mau menikah sekarang! Kamu harus menggugurkan kandunganmu!”
”Arif, aku nggak mau, ini anak kita! Kamu harus bertanggung jawab!” teriak
Reiska bercampur tangis. ”Nggak, aku nggak mau, mungkin saja ini anakmu dengan
pacar kamu yang lain!”cibir Arif. ”Arif .....teganya kamu bicara begitu, ini
anak kamu, Arif anak kita!”
”Pokoknya tidak! Kamu harus
menggugurkan, harus! Titik!”
”Eh ..... kawan-kawan, Reiska kenapa
yah?” tanyaku pada mereka.
”Nggak tahu, tidak seperti biasanya
yah? Mungkin ..... Reiska rebut dengan Arif, atau berantem sama papa dan
mamanya,”tebak anggrek.Tiba-tiba, Reiska berjalan dengan tergesa menuju meja
belajarnya, meraih kotak mungil yang disimpannya dengan penuh kasih sayang
selama
ini. ”Percuma kamu berikan itu, dulu
bunga Edelweis kalau cintamu bukan cinta abadi, tapi cinta murahan! Ngakunya
cinta, tapi mengapa kamu tinggalkan aku dalam keadaan ini?” tangis Reiska
sambil membuka kotak mungil itu lalu membuang seluruh bunga Edelweis ke dalam
tempat
sampah yang berada tepat di samping
meja belajar. Bunga lainnya, mawar,
suplir, dan anggrek menjerit
histeris ! ”Ja..ngan...!!” teriak mawar, suplier dan anggrek serempak. Tapi
terlambat! Edelweis telah dibuang ke dalam tong sampah dan bercampur
dengan sampai lainnya. Namaku
Edelwies alias Anaphalis javanica. Biasanya aku tumbuh di dataran
tinggi atau puncak-puncak gunung. Kali ini aku berada dalam genggaman seorang
pemuda bernama Rahman. Ia mengamatiku dari tadi sambil terus berzikir memuji
asma Allah. ”Ya...Rabb yang Maha Kuasa, satu lagi telah Kau-tunjukkan
kebesaran- Mu menciptakan bunga Edelweis yang tahan layu dan tak lelah diterpa
angin, tanpa memudar dan tanpa kekeringan. Ya...Rabb, seperti inikah semangat
Saudara-saudaraku di Palestina dalam menghadapi serangan
Tentara Yahudi demi merebut kembali
hak mereka atas masjid Al-Aqsa? Ya ... Allah, kuatkanlah hati-hati kami untuk
merebut itu semua,” lirih suara Rahman menyejukkan hatiku. Aku hanya tumbuhan
tanpa nyawa, tapi aku merasakan betapa ia seorang pemuda yang berhasil
mengenali alamnya dan terus berzikir melihat keesaan Penciptanya. Aku,
Edelweis, tersenyum bahagia dalam genggamannya.
2. Deskripsi
Kata deskripsi berasal
dari bahasa latin discribere yang berarti gambaran,
perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah
karangan yang menggambarkan
suatu objek berdasarkan hasil
pengamatan, perasaan dan pengalaman
penulisnya. Tujuannya adalah pembaca
memperoleh kesan atau citraan
sesuai dengan pengamatan, perasaan,
dan pengalaman penulis sehingga
seolah-olah pembaca yang melihat,
merasakan, dan mengalami sendiri
obyek tersebut. Untuk mencapai kesan
yang sempurna, penulis deskripsi
merinci objek dengan kesan, fakta,
dan citraan.
Dilihat dari sifat objeknya,
deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu
sebagai berikut.
a. Deskripsi Imajinatif/Impresionis
ialah deskripsi yang menggambarkan
objek benda sesuai kesan/imajinasi
si penulis.
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Madya Kelas XI 231
Contoh deskripsi Impresionistis
dalam sebuah cerita:
Jam dinding kamar menunjukkan pukul
sepuluh lewat
sembilan belas menit. Di luar hujan
masih saja turun dengan
derasnya. Angin yang menerobos masuk
melalui kisi-kisi terasa
dingin menusuk kulit. Piama yang
melekat di tubuhku tidak
banyak membantu menahan dingin
sehingga agar lebih hangat
kepakai lagi jaket tebal. Agak
menolong, memang.
Akan tetapi, kantuk hebat datang.
Padahal besok aku harus
bangun lebih pagi. Akhirnya,
daripada melamun tidak menentu,
kuputuskan akan melanjutkan membaca.
Aku kembali ke meja
belajar, kunyalakan kembali lampu
belajar dan mulai membaca
sambil duduk bersandar di kursi.
Tiba-tiba kantuk hebat datang
menyerang. Belum lagi selesai
kalimat yang sedang kubaca, buku
yang kupegang terlepas dari
tangan.
******
Aku tidak lagi berada di kamarku,
tetapi di suatu ruangan
bersama-sama dengan sekelompok orang
yang sama sekali belum
pernah kulihat sebelumnya. Bau asap
tembakau memenuhi
ruangan itu, tapi tak seorang pun
yang kelihatan peduli.
Kami semua duduk di kursi yang
diatur membentuk sebuah
lingkaran, mirip dengan ruangan
diskusi. Semua tampak duduk
tenang, semua kelihatan sedang
menulis, dan tidak seorang pun
yang kelihatan peduli pada orang
lain di ruangan itu.
******
Tidak ada yang ganjil terlihat.
Malah terasa suasana persis
seperti di ruang kuliah. Di sebelah
kananku ada sebuah pintu,
di dekatnya beberapa jendela kaca.
Ada dua baris jendela kaca,
masing-masing terdiri atas empat
jendela, yang menyebabkan
ruangan ini cukup terang. Di atas
ruangan, tergantung di langitlangit,
ada empat pasang lampu neon 40 watt.
Dinding sebelah kiri kosong, tidak
ada apa-apa di sana. Warna
hijau muda dinding itu sudah perlu
dilebur kembali, di sana-sini
kelihatan coret-coretan
tangan-tangan jahil.
(Dikutip dari wacana berjudul
Banjir, oleh. Ramadhan Syukur dalam
buku: Menulis secara Populer, karya Ismail
Marahimin, 2001)
232 Bahasa Indonesia SMK/MAK
Setara Tingkat Madya Kelas XI
b. Deskripsi faktual/ekspositoris
ialah deskripsi yang menggambarkan
objek berdasarkan urutan logika atau
fakta-fakta yang dilihat.
Contoh deskripsi faktual dalam
sebuah cerita:
Lantai tiga kamar nomor
tiga-nol-lima. Benar, ini dia kamar
yang kucari; tanda pengenalnya
tertera di pintu, agak ke atas.
Tepat di depan mataku, masih di
pintu itu, ada sebuah kotak
kecil warna merah jambu.
Sebuah note book kecil dijepitkan pada
kotak itu, dengan sebuah perintah
dalam bahasa Inggris, Write
Your Massage! Pada note
book itu kubaca pesan untukku, ”Masuk
saja, Rat, kunci dalam kotak ini.
Tunggu aku!”
******
Di sebelah kiri pintu tergantung
sebuah penanggalan dan sebuah
cermin yang bertuliskan ”Anda manis,
Nona.” Di bawahnya
merapat sebuah meja belajar yang
diberi alas kertas berbungabunga
merah jambu, dan dilapisi lagi
dengan plastik bening.
Di atas meja ada sebuah tape
recorder kecil, sebuah mesin ketik,
jam weker, alat-alat tulis, beberapa
helai kertas berserakan dan
buku-buku dalam keadaan terbuka.
Pasti semalam dia habis
mengerjakan paper,
pikirku.
******
(Sumber: “Kamar Sebuah Asrama,” oleh
Ni Made Tuti Marhaeni,
dalam buku Menulis Secara
Populer, karya Ismail Marahimin,
2001)
Kita dapat membuat karangan
deskripsi secara tidak langsung,
yaitu dengan mengamati informasi
dalam bentuk nonverbal
berupa gambar, grafik, diagram, dan
lain-lain. Apa saja yang
tergambarkan dalam bentuk visual
tersebut dapat menjadi
bahan atau fakta yang akurat untuk
dipaparkan dalam karangan
deskripsi karena unsur dasar
karangan ini adalah pengamatan
terhadap suatu objek yang dapat
dilihat atau dirasakan.
Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
(1) menentukan objek pengamatan
(2) menentukan tujuan
(3) mengadakan pengamatan dan
mengumpulkan bahan
(4) menyusun kerangka karangan
(5) mengembangkan kerangka menjadi
karangan.
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Madya Kelas XI 233
Pengembangan kerangka karangan
bercorak deskriptif dapat berupa
penyajian parsial atau tempat.
Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan
yang mempunyai pertalian sangat erat
dengan ruang atau tempat. Biasanya
bentuk karangannya deskriptif. Pola
uraiannya berangkat dari satu titik
lalu bergerak ke tempat lain,
umpamanya dari kiri ke kanan, atas ke bawah,
atau depan ke belakang.
Contoh:
Laporan lokasi banjir di DKI Jakarta
1. Banjir di wilayah Jakarta Timur
a. Duren sawit
b. Klender
c. Kampung Melayu
2. Banjir di wilayah Jakarta Pusat
a. Pramuka
b. Salemba
c. Tanah Abang
3. Banjir di wilayah Jakarta Barat
Karangan deskripsi dapat juga dibuat
dengan mengamati bentuk
informasi nonverbal seperti grafik,
tabel, atau bagan.
Contoh karangan deskripsi dari tabel.
Data Kasus Pelanggaran Izin Bangunan
di DKI Jakarta
No. Tahun Kasus Pemutihan Dibongkar
Residu
1. 2006 5.112 1.051 749 3.312
2. 2007 4.630 712 1.742 2.888
(Sumber: Republika, Jumat, 25 April
2008)
Dari tabel data kasus pelanggaran
izin bangunan di atas, dapat kita lihat
bahwa pada tahun 2006, terdapat
5.112 kasus pelanggaran izin bangunan.
Di antaranya 749 bangunan dibongkar,
3.312 bangunan berstatus residu, dan
1.051 bangunan diarahkan untuk
mengurus izin bangunan (pemutihan).
Pada tahun 2007, terdapat 4.630
bangunan yang tidak memiliki izin
mendirikan bangunan. Dari jumlah
tersebut, yang diarahkan mengurus
perizinan sebanyak 712 unit, yang
berstatus residu 2.888, sedangkan sisanya
sebanyak 1.742 bangunan terpaksa
dibongkar.
234 Bahasa Indonesia SMK/MAK
Setara Tingkat Madya Kelas XI
3. Eksposisi
Kita eksposisi berasal
dari bahasa Latin exponere yang berarti:
memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan.
Karangan eksposisi adalah
karangan yang memaparkan atau
menjelaskan secara terperinci
(memaparkan) sesuatu dengan tujuan
memberikan informasi dan
memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi
biasanya digunakan pada karya-karya
ilmiah seperti artikel ilmiah, makalahmakalah
untuk seminar, simposium, atau
penataran.
Untuk mendukung akurasi
pemaparannya, sering pengarang
eksposisi menyertakan bentuk-bentuk
nonverbal seperti grafik, diagram,
tabel, atau bagan dalam karangannya.
Pemaparan dalam eksposisi dapat
berbentuk uraian proses, tahapan,
cara kerja, dan sebagainya dengan pola
pengembangan ilustrasi, definisi,
dan klasifikasi.
Berikut contoh-contoh pengembangan
karangan eksposisi:
a. Contoh eksposisi dengan
pengembangan ilustrasi
Kepemimpinan seorang Bapak dalam
rumah tangga bak
nakhoda mengemudikan kapal. Bapak
menjadi kepala keluarga
yang bertanggung jawab terhadap
istri dan keluarganya. Sama
seperti nakhoda yang mampu memimpin
dan melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya. Bila
kepemimpinan kepala keluarga
baik, akan baiklah keluarga
tersebut, sama halnya dengan kapal
yang dikemudikan nakhoda.
b. Contoh eksposisi dengan
pengembangan definisi.
Telepon genggam yang lebih dikenal
dengan sebutan ponsel
(telepon seluler) atau HP (hand
phone) merupakan alat komunikasi
yang berbentuk kecil serta ringan.
Selain mudah digenggam serta
dibawa ke mana-mana, bentuknya yang
mungil memudahkan
orang untuk berkomunikasi di mana
saja berada. Telepon genggam
adalah produk canggih era komunikasi
nirkabel, telepon tanpa
kabel. Dengan variasi bentuk, merek,
dan model yang selalu baru,
jenis telepon ini banyak diminati
berbagai kalangan masyarakat.
c. Contoh eksposisi dengan
pengembangan klasifikasi.
Ada dua jenis tanaman mini. Pertama,
tanaman mini
yang bukan asli mini. Bila ditanam
di tanah, ia akan tumbuh
besar dan normal seperti biasa. Bila
ditempatkan di pot kecil,
pertumbuhannya jadi lambat. Tanaman
jenis ini misalnya,
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Madya Kelas XI 235
tanaman palem udang, pohon rhapis,
pohon asem, beringin,
dan jambu kerikil. Jenis kedua
tanaman mini asli yang aslinya
memang kecil. Tanaman ini kalau
ditanam di tanah tidak dapat
besar seperti ukuran biasa (normal).
Jika ditanam di pot kecil, ia
akan makin kecil, mungil, dan
cantik. Tanaman ini antara lain
agave, chriptanthus panseviera, dan
anthurium chrystallium.
Karangan eksposisi juga dapat
ditulis berdasarkan fakta suatu
peristiwa, misalnya, kejadian
bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan
berita. Meskipun bentuk karangannya
cenderung narasi, namun kita dapat
membuatnya menjadi bentuk paparan
dengan memusatkan uraian pada
tahapan, atau cara kerja, misalnya
cara menanggulangi penyebaran virus
flu furung, mengantisipasi wabah DBD
dengan 3 M, atau evakuasi korban
banjir.
Contoh karangan eksposisi dari suatu
peristiwa.
Dua pekerja yang tertimbun tanah
longsor akhirnya ditemukan oleh
petugas kepolisian setelah sejak
kemarin mereka menggali gundukan pasir
setinggi sepuluh meter. Dari sejak
subuh kemarin hingga pukul 03.00 WIB
penggalian terus dilakukan dengan
menggunakan backhoe. Penggalian
yang memakan waktu hampir 20 jam itu
berakhir saat dua korban
berhasil ditemukan. Mundari
ditemukan dalam keadaan tubuh melingkar.
Sementara Itok ditemukan dalam
kondisi mengenaskan.
Tahapan menulis karangan eksposisi,
yaitu sebagai berikut.
(1) menentukan objek pengamatan,
(2) menentukan tujuan dan pola
penyajian eksposisi,
(3) mengumpulkan data atau bahan,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi
karangan.
Pengembangan kerangka karangan
berbentuk eksposisi dapat berpola
penyajian berikut:
1). Urutan topik yang ada
Pola urutan ini berkaitan dengan
penyebutan bagian-bagian suatu
benda, hal atau peristiwa tanpa
memproritaskan bagian mana
yang terpenting. Semua bagian
dianggap bernilai sama.
236 Bahasa Indonesia SMK/MAK
Setara Tingkat Madya Kelas XI
2). Urutan klimaks dan antiklimaks
Pola penyajian dimulai dari hal yang
mudah/yang sederhana
menuju ke hal yang makin penting
atau puncak peristiwa dan
sebaliknya untuk anti-klimaks.
4. Argumentasi
Karangan argumentasi ialah
karangan yang berisi pendapat, sikap, atau
penilaian terhadap suatu hal yang
disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan
pernyataan-pernyataan yang logis.
Tujuan karangan argumentasi adalah
berusaha meyakinkan pembaca akan
kebenaran pendapat pengarang.
Karangan argumentasi dapat juga
berisi tanggapan atau sanggahan
terhadap suatu pendapat dengan
memaparkan alasan-alasan yang rasional
dan logis.
Tahapan menulis karangan
argumentasi, sebagai berikut.
(1) menentukan tema atau topik
permasalahan,
(2) merumuskan tujuan penulisan,
(3) mengumpulkan data atau bahan
berupa: bukti-bukti, fakta, atau
pernyataan yang mendukung,
(4) menyusun kerangka karangan, dan
(5) mengembangkan kerangka menjadi
karangan.
Pengembangan kerangka karangan
argumentasi dapat berpola sebabakibat,
akibat-sebab, atau pola pemecahan
masalah.
1). Sebab-akibat
Pola urutan ini bermula dari
topik/gagasan yang menjadi sebab
berlanjut topik/gagasan yang menjadi
akibat.
Contoh:
a. Sebab-sebab kemacetan di DKI
Jakarta
a) Jumlah penggunaan kendaraan
b) Ruas jalan yang makin sempit
c) Pembangunan jalur busway
b. Akibat-akibat kemacetan
a) Terlambat sampai di kantor
b) Waktu habis di jalan
Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Madya Kelas XI 237
2). Akibat-sebab
Pola urutan ini dimulai dari
pernyataan yang merupakan akibat
dan dilanjutkan dengan hal-hal yang
menjadi sebabnya.
Contoh : Menjaga kelestarian hutan
1. Keadaan hutan kita
2. Fungsi hutan
3. Akibat-akibat kerusakan hutan
3). Urutan Pemecahan Masalah
Pola urutan ini bermula dari
aspek-aspek yang menggambarkan
masalah kemudian mengarah pada
pemecahan masalah.
Contoh : Bahaya narkoba dan upaya
mengatasinya
1. Pengertian narkoba
2. Bahaya kecanduan narkoba
a. pengaruh terhadap kesehatan
b. pengaruh terhadap moral
c. ancaman hukumannya
3. Upaya mengatasi kecanduan narkoba
4. Kesimpulan dan saran
Contoh karangan argumentasi:
Salah Urus Kereta Api
Lagi-lagi kecelakaan kereta api
terjadi. Kereta api Citra Jaya terguling
di Cibatu, Jawa Barat, Sabtu lalu.
Pada hari yang sama, sepur eksekutif
Argo Lawu juga anjlok di Banyumas,
Jawa Tengah. Ini makin menunjukkan
perkeretaapian kita dalam kondisi
gawat. Pemerintah mesti segera
membenahinya sebelum korban jatuh
lebih banyak akibat kecelakaan.
Musibah kereta api Argo Lawu tak
memakan korban. Tapi kecelakaan
kereta Citra Jaya menyebabkan
puluhan orang terluka. Daftar kecelakaan
pun bertambah panjang. Dalam kurun
waktu empat bulan terakhir sudah
terjadi 10 kali kecelakaan kereta
api. Angka ini naik hampir tiga kali lipat
dibanding periode yang sama tahun
lalu.
Tidaklah salah pernyataan Menteri
Perhubungan Hatta Rajasa kemarin
bahwa anjloknya dua sepur itu
seharusnya bisa dideteksi. Tanda-tanda
amblesnya tanah di bawah
bantalan rel kereta tentu bisa diamati jauh
238 Bahasa Indonesia SMK/MAK
Setara Tingkat Madya Kelas XI
hari. Dengan kata lain, semestinya
manajemen PT Kereta Api lebih serius
mengawasi jalur kereta api.
Persoalannya, Pak Menteri Cuma
melihat sisi ketidakberesan PT Kereta
Api. Yang terjadi sebenarnya
pemerintah juga salah urus perusahaan ini
sehingga terus merugi. Jumlahnya
tidak tanggung-tanggung, Rp 1,4 triliun
per tahun. Inilah yang menyebabkan
perusahaan milik negara tersebut tak
sanggup memberikan layanan yang
baik.
Kerugian besar muncul karena PT
Kereta Api diwajibkan memelihara
jaringan rel di Indonesia. Total
duit yang dikeluarkan untuk perawatan
reguler per tahun mencapai Rp 2,1
triliun. Sementara itu, anggaran dari
pemerintah hanya Rp 750 miliar.
Di luar perawatan rutin, PT Kereta
Api jelas tak mampu lagi
menanggungnya. Padahal sebagian
besar bantalan rel itu perlu diganti.
Dari total panjang lintasan rel
kereta api 4.676 kilometer, separuh lebih
berusia di atas 50 tahun. Jangan
heran jika banyak bantalan rel yang sudah
lapuk. Kondisi ini sangat mudah
membuat kereta api anjlok. Faktanya,
sebagian besar kecelakaan kereta api
yang terjadi pada 2001-2006 akibat
kurang beresnya rel.
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional tahun lalu menghitung
dibutuhkan Rp 6 triliun untuk
menyehatkan kereta api dan jaringan rel.
Dalam keadaan anggaran negara yang
sedang tekor, angka itu memang
tampak besar. Tapi, kalau pemerintah
bisa menalangi Lapindo Brantas Inc.
Sekitar Rp 7,5 triliun buat
membangun infrastruktur di Porong Sidoarjo,
kenapa untuk urusan yang ini tidak?
Pemerintah tak perlu ragu
mengucurkan dana untuk pembenahan
perkeretaapian. Jika dikelola dengan
benar, kereta api sebetulnya berpotensi
menunjang perekonomian. Dengan
pengelolaan di bawah standar pun,
setiap tahun kereta api mampu
mengangkut 150 juta penumpang dan 5 juta
ton barang. Kalau ditangani lebih
baik, jumlah penumpangnya tentu akan
jauh meningkat. Pendapatan PT Kereta
Api pun akan bertambah.
Membiarkan kereta api berlari di
atas bantalan rel yang lapuk atau tak
terurus sungguh berbahaya. Jika
pemerintah peduli keselamatan warganya,
kondisi perkeretaapian yang amburadul harus
segera dibenahi.
(Dikutip dari Koran
Tempo, 24 April 2007)